Nama : Yulianawati
NPM : 17211646
Kelas : 3ea21
BAB 9
Pengaruh kebudayaan terhadap pembelian dan konsumsi
1. Pengertian Kebudayaan
Faktor budaya merupakan
suatu yang paling memiliki pengaruh paling luas pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan
kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian
tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Dengan adanya kebudayaan,
perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa bentuk budaya
dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen
terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara
tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya
terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
Misalnya kebiasaan kita
sehari – hari adalah mandi tiap hari 2 kali dalam sehari, otomatis didalam
kebiasaan kita mandi tersebut kita membutuhkan banyak perabotan dan alat – alat
untuk membersihkan diri seperti sabun, sikat gigi, dan lain – lain. Lain halnya
jika ada beberapa golongan yang jarang mandi, mereka tidak terbiasa untuk
menerima kebiasaan kita mandi setiap hari, oleh karena itu, konsumen melihat
diri mereka sendiri dan bereaksi terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar
belakang kebudayaan yang mereka miliki. Dan, setiap individu akan
mempersepsi dunia dengan kacamata budaya mereka sendiri.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio,
"diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,
atauagama yang sama. Hal yang paling mendasar
dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Hal ini bisa jadi sangat
bersifat umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah
fakta bahwa tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang
menganutnya. Misalnya yaitu bulan Ramadhan, yang selalu berhubungan dengan
ketupat, mudik, kurma.
2. Seseorang Menemukan Nilai- Nilai yang di Anut
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas
atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara
masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai sosial yang di anut
·
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi
antarwarga masyarakat.
·
Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
·
Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
·
Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan social
manusia.
·
Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang
lain.
·
Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
·
Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
·
Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).
Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada
nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal
berikut.
·
Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian
besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di
segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
·
Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
·
Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai
tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik)
di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
·
Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai
tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan
kebanggaan atau prestise tersendiri.
Nilai mendarah daging (internalized value)
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi
kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak
melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai
ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini
tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah. Contoh,
seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan
merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula,
guru yang
melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam
mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau
motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan
kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat.
Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
1.
Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
fisik/jasmani seseorang.
2.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas
seseorang.
3.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
jiwa/psikis seseorang.
3. Pengaruh Kebudayaan Terhadap
Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000)
adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat
memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi
produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta
(1993)
adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik
individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan
sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli
dan dikonsumsi.
3.1. Model perilaku konsumen
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan
perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk
menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli,
bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan
respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan?
Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan memberi responterhadap
sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda mempunyai
keunggulan besar atas pesaing.
3.2. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen.
Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan
kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan
perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku
yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga
penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang
lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok
nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak
subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang
produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama
dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya
mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan
oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi
pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
3.2.1. Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan
memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam
memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat
mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan
otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.
Ketika kita ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab,
“ya karena memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa
jawaban otomatis yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita. Barulah
ketika seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan
kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa budaya telah
membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya
yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang berbeda. Misalnya, di
budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari dengan
pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila
dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya menggosok gigi
dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi
terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang mereka
miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata budaya
mereka
sendiri.
3.2.2. Pengaruh Budaya dapat Memuaskan Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya
dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan
masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan
fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan
peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus
dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan.
Begitu juga hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya
sewaktu mengkonsumsi makanan olahan dan suatu obat.
3.2.3. Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang memungkinkan
seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan dari lingkungan
yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara budaya dapat
dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya ketika orang
dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya yang lebih
muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak belajar dengan
meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi. Begitu juga dalam
dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara pembelajaran
secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat. Misalnya
dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai suatu produk dan
pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti biasanya iklan sebuah
produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu produk yang dapat
menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan itu tidak hanya
mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan dari suatu
produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang mengenai
keuntungan yang akan
didapat dari suatu kategori produk tertentu.
3.2.4. Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian
langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan
terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari
lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting
dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara
tersebut.
4. Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana
harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada
tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka
dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini
memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke
D2bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk
mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
5. Dampak Nilai- Nilai Inti
Terhadap Pemasar
5.1. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan
manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak
kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan
hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman,
aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan
berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk
atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
5.2. Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual
dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan
memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan
yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin
luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan
manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi
keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk
memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya.
Orang Yogya akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan
memuaskan keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
4.3. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut,
akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat
yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan
menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan
untuk membelinya.
6. Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya
perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut
termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan
perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada
dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara
dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon
dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang
memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
7. Perubahan Institusi
6.1. Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap
pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam
hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi
nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang
tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai
pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat
menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam
keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi
untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk
individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim,
persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
6.2. Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada,
New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang,
India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah
faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar
pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif
dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
6.3. Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum
muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan
kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi
dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua
memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini
berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif
bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang
mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi
bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang
mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat
bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus
menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya
didalamnya.
6.4. Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang
dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang
terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri
apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa
pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya
dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih
memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga
para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua
atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi
oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal
yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti
diskusi keluarga diantara mereka.
Contoh Kasus :
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR – Pelestarian terhadap seni budaya
batik menjadi salah kaprah. Masalahnya, seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di
Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli seragam batik. Kewajiban ini berlaku
bagi siswa baru maupun siswa lama saat orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah. Siswa SMP, misalnya, selain
memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini bertambah seragam batik. Demikian
dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan Pramuka, kini juga
bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di sana. Mereka bukan saja
mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak sekolah. Tapi, soal harga
yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing harganya Rp 179 ribu per potong,”
tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten, Karangnyar, ini merasa
keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya, siswa setiap ajaran
baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang memprotes. Tapi, mereka tak
dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik sebagai identitas sekolah. Mau
tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan membeli seragam batik lewat
koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko pembelian seragam batik senilai Rp
179 ribu. Ini diberikan saat orangtua mengambil rapor. Dalam blangko
disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat mengambil rapor. Atau setelah
libur sekolah.
REFERENSI