NAMA : YULIANAWATI
NPM : 17211646
KELAS : 4EA21
1.
Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate
Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam
arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk
mengatur hubungan - hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan
kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera. Pengertian ini dikutip
dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan
jasa keuangan lainnya (2008:36)
Rogers W’ O Okot Uma
dari common wealt secrtariat london (ndraha 2003:629) mendefinisikan Good
Governance sebagai, “compressing the prossesing and structure guides political
and sosial economic relationship, with patricular reference to commitment to
democratic values, norms and honest business” atau mempersingkat proses
struktur yang mengatur hubungan ekonomi, sosial dan politis dengan acuan
tertentu untuk memenuhi nilai nilai demokratis, norma norma dan bisnis yang
sehat.
Tim GCG BPKP
mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu komitmen, aturan main
serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara nomor: Kep-117/M-Mbu/2002 tentang penerapan praktek
Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijelaskan
bahwa, Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka penjang dengan
memperhatikan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan,perundangan dan etika.
Dari pengertian diatas terdapat berapa hal penting yang terkandung dalam Good
Corporate Governance, antara lain adalah:
1. Efektivitas yang bersumber dari budaya
perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur
organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan
efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder
lainnya
2. Seperangkat prinsip, kebijakan manajemen
perusahaan yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang
efisien, efektif dan profitable dalam menjalakan organisasi dan bisnis
perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi prinsip prinsip
praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan peraturanyang berlaku,
peduli terhadap lingkungan dan dilandasi oleh nilai nilai sosial budaya yang
tinggi.
3. Seperangkat peraturan dan sistem yang
mengarah kepada pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi
pihak pemegang kepentingan (pemerintah, pemegang saham, pimpinan perusahaan dan
karyawan) dan bagi perusahaan itu sendiri.
Menurut Kartiwa
(2004:7.8) terdapat dua prespektif tentang Good Corporate Governance yaitu:
a. Prespektif yang memandang Corporate
Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan
dan mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan
akuntabilitas perusahaan
b. 2 Prespektif yang lain Good Corporate
Governance menekankan pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai
entinitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders.
2. Pelaksanaan gcg bank uob
buana tbk tahun 2010 dan self assessmentnya
UOB Buana berkomitmen
untuk melakukan kegiatan usaha sesuai dengan kerangka kerja Good Corporate
Governance (“GCG”) dan kode etik perilaku. Setiap unit bisnis memiliki komitmen
yang tinggi dalam melaksanakan prinsip-prinsip GCG di setiap kegiatan usahanya
sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk kepentingan para
nasabah, pemegang saham dan stakeholders lainnya. Kegiatan utama di tahun 2010
adalah penggabungan usaha (merger) antara UOB Buana dengan UOB Indonesia untuk
memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal (Single Presence
Policy). Dengan penggabungan tersebut, Bank tetap berkomitmen untuk
mempertahankan dan menyempurnakan penerapan GCG dalam upaya memenuhi
persyaratan dari pihak berwenang di Indonesia dan standar yang ditetapkan dari
pemegang saham utama UOB Buana yang tercatat di Bursa Efek Singapura.
Dalam Laporan Tahunan ini, selain melaporkan standar praktek tata kelola perusahaan sebagaimana diatur oleh peraturan dan ketentuan Bank Indonesia, kami juga merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang berlaku secara internasional.
Selama tahun 2010 Bank telah memperkuat praktek-praktek GCG dan memperkenalkan inisiatif-inisiatif di berbagai bidang sebagai berikut:
Dalam Laporan Tahunan ini, selain melaporkan standar praktek tata kelola perusahaan sebagaimana diatur oleh peraturan dan ketentuan Bank Indonesia, kami juga merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang berlaku secara internasional.
Selama tahun 2010 Bank telah memperkuat praktek-praktek GCG dan memperkenalkan inisiatif-inisiatif di berbagai bidang sebagai berikut:
Pedoman Perilaku dan
Kode Etik
Pedoman perilaku dan kode
etik Bank merupakan dasar dari kerangka tata kelola perusahaan yang
mencerminkan komitmen Bank untuk bertindak secara adil, benar dan tidak
melanggar hukum. Manajemen dan karyawan, tanpa terkecuali, berkomitmen untuk
terus melanjutkan dan menyempurnakan penerapan
praktek-praktek GCG yang mengedepankan prinsip moral dan etika sesuai pedoman perilaku dan kode etik Bank. Secara berkala Bank mengkaji kembali isi pedoman perilaku dan kode etik serta mensosialisasikannya pada seluruh karyawan dan manajemen, sehingga dapat dipastikan pedoman dan kode etik tersebut dipahami dandijalankan.
Budaya Kepatuhan
praktek-praktek GCG yang mengedepankan prinsip moral dan etika sesuai pedoman perilaku dan kode etik Bank. Secara berkala Bank mengkaji kembali isi pedoman perilaku dan kode etik serta mensosialisasikannya pada seluruh karyawan dan manajemen, sehingga dapat dipastikan pedoman dan kode etik tersebut dipahami dandijalankan.
Budaya Kepatuhan
Tata kelola perusahaan
yang baik melibatkan pengawasan terhadap kepatuhan peraturan secara ketat.
Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dimanapun kami beroperasi merupakan
bagian penting dalam melakukan apa yang benar. Direktur Kepatuhan bertugas
mengawasi pelaksanaan kerangka kepatuhan agar berjalan secara efektif. Hal ini
menempatkan kami dalam posisi memenuhi peraturan dan merespon risiko kepatuhan
yang muncul secara tepat waktu. Sejak tahun 2008, kami telah meluncurkan web
internal/portal, yang berisi antara lain peraturan dan kebijakan yang berlaku
yang terkait dengan kegiatan operasional Bank dan informasi Bank lainnya.
Setiap karyawan dapat memiliki akses ke portal tersebut. Kami bahkan menautkan
sistem Pelaporan Kepada Instansi Terkait (“PKIT”) kepada email karyawan yang
bertanggung jawab terhadap laporan sehingga dapat mengingatkan tanggal jatuh
tempo dari laporan yang menjadi tanggung jawab karyawan tersebut. Untuk
meningkatkan efektifitas penggunaan portal tersebut, di tahun 2010 ditambahkan
fasilitas mesin pencari yang memudahkan pengguna menemukan informasi yang
dibutuhkan secara cepa tdan akurat.
WhistleBlowing
Untuk mendukung pengawasan internal dan menerapkan transparansi sesuai prinsip GCG, UOB Buana telah mengatur kebijakan dan prosedur sistem whistle blowing. Kebijakan ini dibuat untuk mendorong setiap karyawan agar melaporkan pelanggaran-pelanggaran atau potensi pelanggaran terhadap hukum, peraturan, kebijakan Bank atau pedoman perilaku dan kode etik dengan tetap melindungi pelapor dari ancaman pihak manapun. Pelaporan dapat disampaikan secara verbal atau tertulis kepada atasan langsung, Kepala Audit Internal, Direktur Utama atau Ketua Komite Audit. Untuk menunjang kebijakan ini, disediakan fasilitas telepon dan faximili, serta hotline 24 jam bagi pelapor sehingga mempermudah jalur komunikasi. Fasilitas tersebut dioperasikan oleh fungsi kerja Audit Internal. Pelapor yang menyampaikan pengaduan yang sebenar-benarnya sesuai kebijakan whistle blowing dan didasari dengan niat baik, tidak akan terkena risiko pemecatan atau tindakan balasan.
Untuk mendukung pengawasan internal dan menerapkan transparansi sesuai prinsip GCG, UOB Buana telah mengatur kebijakan dan prosedur sistem whistle blowing. Kebijakan ini dibuat untuk mendorong setiap karyawan agar melaporkan pelanggaran-pelanggaran atau potensi pelanggaran terhadap hukum, peraturan, kebijakan Bank atau pedoman perilaku dan kode etik dengan tetap melindungi pelapor dari ancaman pihak manapun. Pelaporan dapat disampaikan secara verbal atau tertulis kepada atasan langsung, Kepala Audit Internal, Direktur Utama atau Ketua Komite Audit. Untuk menunjang kebijakan ini, disediakan fasilitas telepon dan faximili, serta hotline 24 jam bagi pelapor sehingga mempermudah jalur komunikasi. Fasilitas tersebut dioperasikan oleh fungsi kerja Audit Internal. Pelapor yang menyampaikan pengaduan yang sebenar-benarnya sesuai kebijakan whistle blowing dan didasari dengan niat baik, tidak akan terkena risiko pemecatan atau tindakan balasan.
Anti-MoneyLaundering
Sejalan dengan prinsip pengenalan nasabah serta seiring dengan komitmen pemerintah untuk memberantas kegiatan pencucian uang, UOB Buana mengambil satu langkah lebih maju dalammengimplementasikan sistem anti-money laundering. Sejak tahun 2009 Bank membentuk Komite Anti-Money Laundering dan menerbitkan pedoman pelaksanaan program anti-money laundering dan pencegahan pendanaan terorisme
untuk membantu menjaga integritas sistem perbankan Indonesia. UOB Buana tidak akan dengan sengaja melakukan bisnis dengan individu, badan atau pemerintah yang mencoba untuk mengubah ‘uang kotor’ menjadi ‘uang bersih’. Kami juga tidak akan melakukan semua jenis transaksi bisnis yang berkaitan dengan
kekayaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh, atau atas nama, kelompok teroris yang dicurigai. UOB Buana merupakan bank pertama di Indonesia yang telah memiliki Komite Anti-Money Laudering. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, kami sampaikan laporan pelaksanaan GCG tahun 2010 termasuk kesimpulan umum hasil self assessment GCG.
Sejalan dengan prinsip pengenalan nasabah serta seiring dengan komitmen pemerintah untuk memberantas kegiatan pencucian uang, UOB Buana mengambil satu langkah lebih maju dalammengimplementasikan sistem anti-money laundering. Sejak tahun 2009 Bank membentuk Komite Anti-Money Laundering dan menerbitkan pedoman pelaksanaan program anti-money laundering dan pencegahan pendanaan terorisme
untuk membantu menjaga integritas sistem perbankan Indonesia. UOB Buana tidak akan dengan sengaja melakukan bisnis dengan individu, badan atau pemerintah yang mencoba untuk mengubah ‘uang kotor’ menjadi ‘uang bersih’. Kami juga tidak akan melakukan semua jenis transaksi bisnis yang berkaitan dengan
kekayaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh, atau atas nama, kelompok teroris yang dicurigai. UOB Buana merupakan bank pertama di Indonesia yang telah memiliki Komite Anti-Money Laudering. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, kami sampaikan laporan pelaksanaan GCG tahun 2010 termasuk kesimpulan umum hasil self assessment GCG.
Hasil Penilaian Self Assessment
Tahun
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Nilai
Komposit
|
1.60
|
Analisis
Berbagai hasil
penelitian yang dilakukan oleh lembaga Internasional maupun nasional bahwa
Negara Indonesia merupakan negara yang menerapkan prinsip GCG yang relatif
terendah dibandingkan negara-negara lain. Kendala yang sangat besar yang
dihadapi dalam penerapan prinsip GCG saat ini di Indonesia adalah praktik
korupsi, pengelembungan biaya, kolusi serta nepotisme masih tumbuh subur dan
terus dipupuk dibanyak badan pemerintahan, perusahaan swata maupun BUMN/D dan
belum membudayanya prinsip GCG.
Saat ini di Indonesia
telah ada UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, namun belum sepenuhnya mencerminkan
prinsip-prinisp GCG, sehingga selama satu decade terakhir sangatlah sulit untuk
menerapkan GCG di Indonesia, hal ini berdampak pada Kode Etik GCG yang telah
disusun oleh KNKG tahun 2001 tidak memilik kekuatan atau daya paksa terhadap
pelaku bisnis di Indonesia dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG. Kedepan diharapan
amandemen UUPT telah mengadopsi prinsip-prinsip GCG. Sebenarnya prinsip GCG
adalah rohnya bagi aturan hukum di bidang bisnis, setiap aturan hukum bisnis
yang diterbitkan telah disesuaikan dengan prinsip GCG. Salah satu indikator
keberhasilan implementasi GCG adalah kelengkapan aturan hukum di bidang bisnis.
Disamping adanya komitmen. Tanpa adanya komitmen yang tinggi yang dimiliki
pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat umum, maka sulit untuk mewujudkan GCG
dan GCG sulit dimulai jika pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya masih
bersikap skeptic Sikap yang perlu dikembangkan terhadap pentaatan terhadap GCG adalah
regulatory driven bukan dorongan professional driven dan ethic driven. GCG
harus dianggap sebagai aset yang tidak berujud yang akan memberikan hasil balik
yang memadai dalam hal memberikan nilai tambah perusahaan dan GCG juga sebagai
way of life atau kultur perusahaan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan
keputusan serta pedoman perilaku manajemen.
SUMBER : http://eridestria.blogspot.com/2012/10/good-corporate-governance.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar